Bumiku, kau memang terlalu pelit untuk menasehatiku...

Selamat ulang tahun untuk bumiku ...
Walau aku tidak mengetahui persis kapan kau berada dan dilahirkan
Namun apa yang telah kulalui ini kuanggap karena aku tidak mengetahui hari lahirmu, Bumiku...
Andai kau memberitahuku dari dulu....
Akupun dapat berada pada setiap ulang tahunmu ...
Dan dapat bertanya padamu tentang filosofiku
Sekarangpun baru aku sadar setelah aku jatuh karena kecerdasanku sendiri
Aku tidak pantas untuk menyerah ditempat kuberpijak
Tapi akupun tak pantas untuk tidak memberitahu orang lain hari lahirmu,Bumiku..
Hari dimana segala sesuatu bermula dan merupakan hal yang tidak pernah ditanyakan oleh anak cucuku
Dan perasaankupun telah sirna membeku dan berwarna kelam tentang pelajaranmu
Banyak hal yang kutemui hanya karena kau lupa mengatakan bahwa perasaan iri itu salah...
Kenapa kau tidak munculkan suaramu pada Adam kakekku?
Atau kau tidak pernah berkata bahwa kewajibanpun harus menghormati kewajiban orang lain?
Terus menerus aku harus memperoleh jawaban itu dari kesalahanku?
Sampai kapan kau biarkan manusia yang ada di rumahmu berbuat dan terjebak kesalahan yang sebenarnya mereka pikir bukan kesalahan?
Itu kewajibanku...itu hakku...dan itu tanggung jawabku
Belum pernah disinggung jika akupun harus memperhatikannya sampai pada perasaan yang tidak kurasakan.
Atau hal yang harus kupilih antara kewajiban ,hati nurani, dan menyerah...
Apakah pantas jika aku harus melakukan kewajiban sementara hak yang lain meneteskan darah dari mata yang akan memelas?
Atau harus memilih kebersihan hatiku dengan mengingkari kewajibanku di takdirku....
Atau menyerah...
Mana yang dibenarkan dalam budaya yang sengaja kau ciptakan beragam dan dianut beragam golongan pula
Atau memang kau sengaja berada didekat kami dan bahkan setiap saatpun seluruh umat menyentuhkan kakinya padamu dan kau biarkan kami terpecah dengan budaya yang berkembang di atas bumi ini?
Memang aku merasa kau akan tertawa jika aku memilih harus menyerah dalam mengambil keputusan dibumi ini
Akupun tahu kau akan menangis apabila ada tetesan darah yang menyiramimu andai kata aku menjalankan kewajiban ini
Dan aku belum bisa tahu pasti kalau kau akan menjamin tersenyum jika hati nuraniku merasakan bahagia dengan segala yang kukorbankan
Bumiku, kau memang terlalu pelit untuk menasehatiku...
Sengajakan aku bertemu dengan segala kemunafikan dan kau libatkan aku dan lagi-lagi kau memaksakan aku menjadinya...
Aku bisa memberikan jaminan .... kau akan sedih dan penasaran karena aku belum terjebak
Tapi jangan paksa aku dengan cintaku dan jangan kau memberikan kesempatan nafsu berkuasa itu mnghuni tempat yang telah kau sewakan untukku bernafas di atasmu
Aku akan membuatmu kecewa dengan ketabahanku dan tidak pernah akan aku dengarkan lagi tawa sinismu di persaanku
Namun aku juga yakin walaupun aku menang, kau tetap menuduhku sebagai orang yang pengecut!!!
Aku belum yakin kau mampu mendefinisikan kata itu untuk merayu kesucianku
Janji apa yang kau berikan pada lingkunganku bumiku....
Hingga mereka memaksa aku untuk menuruti semua antekmu dan mengotori tangan ku..
Padahal air kotor itupun akan mengotori tanahmu, airmu dan segala yang ada diatasmu
Aku cuma bisa berkata padamu, aku bukan orang yang memilih budaya ciptaanmu namun aku berpegang pada budaya ciptaanNya...
Hati ini terlalu mahal untuk ditukar dengan tawaranmu, jiwa ini terlalu indah untuk kau kotori dengan tangisan dan hujatan sejuta malaikat disampingku
Mana mungkin aku akan meninggalkan malaikat-malaikat sahabatku untuk mencari sahabat-sahabat baruku darimu?
Apa indahnya bercumbu denganmu kalau tawaran itu cuma membuat aku menangis?
Sadarlah bumiku dan bawa semua malaikat untuk mengelilingimu.....
Janganlah sombong menjadi ucapanmu pada mahluk yang menghunimu
Dan usirlah nafsu dari atasmu sehingga nasehatmu dapat terdengar indah ditelinga manusia
Jakarta September 7, 1999
19.44 WIB


0 Comments:
Post a Comment
<< Home