AKU AKAN MENJADI FIGURAN TANPA CUMA MENJADI PENONTON SAJA
Disini aku berdirir sambil menyulutkan api untuk sebatang rokok yang kusisakan
Melihatlah kebaikan pada diriku...dan beri aku kabar tentangnya
Dengungkanlah setitik kepercayaanmu pada aku sampai keujung mulutkupun akan terucapkan itu
Aku tidak perlu diberitau jika dirimu besar, dan bukan itu
Merekapun besar karena punya harta sebesar yang mereka dapatkan
Kekayaan itu adalah milikmu dan memang milikmu, tapi saudara kami yang memasrahkannya
Atau mungkin hanya satu kesenangan yang terpikir dan dapat kami miliki...
Panggung sensasi yang tidak berujung...???
Dengan peran utama yang berganti dan banyak aktor utama yang berbakat
Babak apakah yang aku pikirkan saat ini, akupun akan bertanya
Atau pada babak berapa aku akan menjadi figuran tanpa cuma menjadi penonton saja
Gerakan tanganku menghembuskan asap yang dapat membuat aku menghembuskan nafas terakhirku
Namun , apakah bedanya dengan mati tak berarti dan tidak berkesempatan diberi arti
Sultan manakah yang akan menawarkan sayembara keberuntungan itu
Waktu aku mencoba meminang kebaikan penghidupan diujung mata yang berisi cemooh rakyatku
Dengan menyebutkan segenap rasa inginku berpadu dan bersatu pada akhir masalah ini
Atau dengan angin yang ada saat kedinginan telah menusukkan kuasanya
Mungkin juga asap dari rokokku itu yang coba beri artiku untuk dunia
Coba aku sembunyikan pikiranku di rekayasa yang terlihat baik
Sesunguhnya andai tanpa persaan dapatkah kita mempertanggungjawabkannya pada hakim yang akan mengadili?
Adakah hakim itu yang akan berbuat adil?
Kalaupun ada dimanakah sosok itu dan mengapa wakilnyapun tidak memperlihatkan padaku arti keadilan
Mungkin sultan telah dipecat oleh hakim itu dan mencari pekerjaan baru?
Atau saat aku bernyayi hanya segelintir orang yang bisa menikmati, lain dengan nyayian Paduka dimana semua akan mengangguk...
Apa alasan untuk berpura-pura mengangguk kenikmatan sedangkan hal itu dapat dilakukan semua insan
Semua bisa dan akupun bisa...lihat aku mulai mencoba menikmatinya dan....semakin nikmat bagai seorang Beethoven yang coba memperdengarkan Simphoninya.
Tapi tunggu sebentar Tuan.....sebentar saja
Dengar ada suara jeritan?ada suara cemooh?ada suara sumbang yang mengganggu musik ini...
Tenang akan kucari asal suara itu Tuanku....
Lama kucari namun tak seorangpun mengaku menjeritkan dan mengeluarkan suara sumbang itu...
Ooh..ternyata kutemukan juga suara itu...dan berasal dari lubuk hati dan jiwaku sendiri yang tidak terdengarkan oleh orang lain apalagi oleh Sultan Paduka yang asyik memainkannya
Namun kenapa hanya sosok diriku seorang yang tersingkir?
Pasti dan menjadi aturan jika ada persamaan setiap insan dengan insan lain yang akan berkelompok dengan satu visi dan tujuan
Apa yang terjadi jika memunafikkan perasaan menjadi kelompok tersendiri ditengah kelompok yang satu visi...
Distorsi?...Bukan karena mereka tidak mengganggu
Kebodohan yang kronis?...Ya dan itu yang harus Tuan antisipasi Paduka,...Kebodohan rakyat Paduka
Sebuah opera yang menawarkan keindahan dan kemudahan ada disini
Dibalik sebuah gengsi untuk bersikap karena menolak perbedaan....
Yang mereka anggap merupakan kebodohan sementara bagi kebanyakan kita...kebanyakan kita yang mengaanggap arus adalah yang terbaik untuk selamat
Arus bukan tantangan dan hidup adalah air yang mengalir...
Tanpa pernah mencoba bahwa arus dapat kita gunakan sebagai demokratisasi kehidupan berlayar
Dan kita mempunyai tempat di kapal itu, kita punyai hak kita, dan kita akan pertahankan hak itu
Kebodohan itu yang kita takutkan jika arus itupun terlalu deras dan mereka bukan handal
Maukah pelayar sejati mati konyol hanya karena memperhatikan manusia-manusia tak berbudaya yang coba menjelaskan sifat alam disaat badai telah datang pada mereka?
Atau haruskah kita mati juga untuk mereka yang dapat membunuh kita karena kebodohannya ataukah kita biarkan mereka dan tinggalkan pada rumah mereka diluar lautan tanpa harus merugikan kita
Ataukah hanya berarti menjadi pelaut yang terpenting dan menjadi petani adalah hina?
Bagaimana mungkin kalian menikmati hidup yang kalian sendiri tak mampu menentukan bahkan hanya mampu memberikan segelas arak pada nahkoda kapal dan menginjakkan kaki kalian dikepala awak kapal yang berpengalaman...
Murkakan kepahitan dan datangkanlah keadilan untuk mencegah kehancuran ini...
Sendirikanlah mereka yang coba berbuat tanpa tau apa yang terutama untuk kejayaan ini
Atau belajarlah tanpa membuka mulut ketidaktahuan sampai kecakapanmu terlihat semua orang
Dan Paduka Sultan, sadarkanlah mereka arti hidup ini sebelum Paduka sendiri yang disadarkan Allah bahwa pemimpin itu bukan suatu kenikmatan....namun suatu musibah yang hanya diberikan pada mahluknya yang mampu melewati cobaan itu
Terimakasih paduka dan semoga semua tersedia untuk kemakmuran kita bersama
Satu kata dengan berbagai pikiran dalam kesadaran kita...
Angin akan menjadi sahabat, api akan berkawan dan air akan menghidupi kita serta bumi akan terus tersenyum untuk dipijak oleh umat Allah.....
Jakarta December 9, 1999 Jam 20.51


0 Comments:
Post a Comment
<< Home