Sunday, December 14, 2008

TIDURLAH LAGI SAMPAI KAU YAKIN MIMPI ITU ADALAH MIMPIMU

Ah, hampir seribu tahun tak pernah kutemui gadis berambut biru...

Sambutannya memikat kenangan, bahkan membuat aku berfikir kenapa aku bersikeras bersikap...

Aku bukan guru bagi siapapun dan hanya guru untukku sendiri

Lagipula tak ada gunanya harus berdebat tentang arti cinta yang menyeluruh

Dia pun tidak berbicara tentang sempitnya cinta!!


Pernah aku juga menggigiti kue pahit yang aku kira itu manis

Tapi akan mengenyangkan perut ini juga bukan pahit yang jadi substansinya...

Atau jika kita harus menghilangkan keberadaan dedaunan dari sudut pandang keindahan...

Dan coba menggantinya dengan cara emosi kita berulah, bahwa apa yang kita lihat diluar adalah yang kita inginkan

Bisa kau berkata kesejatian khayalan itu tumbuh arogan dengan pohon yang dipupuk subur oleh masa lalu tanpa kemandirian

Dan jiwa yang berlaripun menembus keasaan delapan penjuru angin pada tuntutan seperti mata yang berkedip!

Andaipun harapanmu yang berjaya dan berfikir apa yang terbesar dalam jihad manusia itu...

Maka seketika Sunnah Rasul kita pun menyanggahmu tanpa harus kugurui pendapatmu


Ah, sudah larut malam saat aku punya tugas menjamu bidadari pelangi diotakku....

Aku cuma berkeinginan untuk bersimpuh demi kematangan iman yang akan kubangun

Tapi tersyairkan ini dengan saat fajar menyambutku dan berfikir lagi ...

Ingin kuintip derita semua insani dengan senyum ramah...

Ingin kubuka semua luka walaupun belum terbuka dengan senyuman bersahabat...

Bahkan ingin kubunuh jendela iman yang belum terbentuk dari semua sahabatku


Seumpama aku adalah tubuh yang melindungi semua fungsi indera yang kumiliki...

Aku yang kendalikan semua fakultas yang ada ditengah jihad yang kujalani

Saat pertempuran itu berlangsung...padang kuruseta yang ganas...

Bahkan bau amis darah yang tercium bersahabat akan kucari hanya untuk kebenaran yang telah lama kucari keyakinannya

Lalu kenapa ia berkata tidak pernah mencintai apa yang yang cintai secara tidak sadar?

Karena usia? Membuatnya berkilah jika ia mempunyai segenap impian buruk

Atau ketika harus menyaksikan Resi Bisma harus rela memberikan jiwanya untuk menebus dosa-dosanya ditengah kewajiban untuk membela kewajiban yang ia bela

Ceritakan lagi sejarah dan kisah patriotik itu pada subuh menjelang kamu akan bernafas

Atau belum pernah kau lihat dan dengarkan saat terompet berbunyi tanda perang berakhir....

Dan kau hanya merasakan tubuhmu terseret karena kau telah gugur.....

Ada rasa bangga saat beratus meter tanah menyambut bangkaimu yang mati karena membela apa yang kamu cita-citakan.

Daripada kehendak yang kosong dengan lari mencari tanggung jawab yang lain namun berbentuk serupa pada kesempatan berbuat yang terpaksa

Tidak akan ada rasa cintamu pada kesempatan yang lain itu, dan tidak pernah jeratnya memorikan kebanggaanmu...


Ah, sudahlah aku masih harus membunuh setan milikku dulu sebelum aku menjadi setanmu

Sampai harus bertahan ditengah tepian yang tertepi dari rasa pengingkaran nurani

Kamupun tak mengakui bahwa yang kau ingkari tidak kamu yakini

Coba untuk memilih secara jujur daripada kebohongan yang terjadi menjadikan kejujuran yang tidak pasti

Apa berbuat tanpa kau yakini menjadikan gerakan tubuh yang menggoda tidak berupa jawaban hati yang terbius halusinasi belaka?

Kalaupun berkata aku memang kalah dan terlahir untuk kalah!!

Itu kata menyerah ,teman!! Dan bukan fakta jika manusia mempunyai suatu yang lebih...

Jika harus bertanya kenapa kau percaya segalanya yang malah tidak kau yakini?

Memang ucapan yakinmu berwujudkan secara eksplisit ditelinga mahluk lain

Kalau juga mencari siapa selain itu yang meragukan, dan hanya sisi batinmu yang akan menangis

Karena memang bukan dia yang harus mendengar namun tugasnya hanya merasakan


Satu kalimat terakhir menciptakan sejuta keraguan , jelas dengan bekal akalmu

Aku punya sejuta kalimat yang hanya menghasilkan satu keraguan, dan itu memang hanya untuk mereka

Herannya , hasil dalam wacana kesendirianku hanya memukau dipendengaran orang yang mengaku bijak

Aku bukan pecundang dengan jasad raja... namun aku raja dengan tubuh pangeran

Pernah terpikirkan jika aku tidak ada kesempatan untuk menyambut kegelapanmu

Dan besok anginpun hanya dapat sendiri kurasakan


Ya... ada satu lagi yang pantas kamu cari

Api yang harus membakar dalam pelangi indahmu sendiri

Angin yang harus membawa sosokmu ditengah neraka yang diciptakan atas usulmu

Jadikan senjata waktu aku dan mereka mencoba menyentuh apa yang kau tutupi

Jadikan telaga waktu kamu mencoba membuka semua yang kau sembunyikan

Wajarkan aku berargumen dengan seluruh ketakutan akan menilai kelam telah dekat di selimutku

Dan buatkan aku fatamorgana untuk aku berusaha menilai ....

Satu bagian kebangkitanku adalah juga fatamorgana ditengah impian kereta malam dan kelelahan


Ah, semua akan dan sudah dewasa dan lagi telah mendewasakan kematangan dosa masing-masing

Aku cuma berdiri menanti, duduk tertunduk dan berbaring kesakitan, lalu mati berteriak...

Aku bahagia melihat mereka, dan tidak bahagia meliat mereka yang lain

Namun aku tertawa jika aku terpilih menjadi satu pewaris istana ini...

Pangeran yang akan membuktikan pada pembaca puisiku tentang ketamakanku, keangkuhanku dan kebijakanku....

Ah, sudahlah....

Ah, lupakanlah...

Ah, beranjaklah...

Mimpi dan tidurlah lagi sampai kau yakin mimpi itu adalah mimpimu....



Jakarta, December 11, 1999 Jam 23.00

0 Comments:

Post a Comment

<< Home