Thursday, September 25, 2014

Oknum yang mengaku Wartawan KPK Mencoba Memeras Saya

Oknum yang mengaku Wartawan KPK Mencoba Memeras Saya 2

Sunday, December 14, 2008

DETIK TERAKHIR DARI MENIT INI YANG MEMBURU AKU UNTUK MELAKUKAN KEMATIAN

Haru biru hati yang bermandikan telaga yang bewarna biru...

Hampir menyerupai birunya seluruh batin yang mencoba khianati hasratku

Lalu hanya bisa melupakan kekasaranku waktu berpelukan dengan lamunanku

Atau hanya bisa aku bertanya tentang apa yang terlintas saat aku basah bermandikan keraguan

Derita tuanku yang aku belum mengerti dan bahkan namanyapun aku masih buta

Aku coba mengail lagi dengan semua prinsip yang ada...

Untuk abadikan penyesalan yang aku telah sesali dalam damai kesendirian


Aku sudah menawarkan kalimantang cinta pada semua kehidupanku

Jangkaulah aku dengan rasa peperangan walau itu sudah terjadi....

Ya, itu sudah pernah terjadi dimasamu dan akupun harus berkata aku pemenangnya.....walau ternyata aku yang kalah dan kaupun tidak memenangkannya!

Kaupun gubah semua susunan dongeng dan kisahkan tentang keabadian angkuhnya aku pada telinga yang tak bertuan

Dan seiring itupun telah terjadi kegelimangan fitnah yang ternyata tidak sepenuhnya berupa fitnah padaku

Apa lagi yang aku pikirkan dan coba membuka semua ramalan masa depanku......

Hanya untuk aku raba tentang berita dari langit yang aku tetap katakan bohong untuk umatku.....walau ternyata tidak ada secuil kebohonganpun dari isinya.....

Dan walau akhirnya memang hanya aku yang tidak mengakuinya....walau ternyata sedikit saja aku mulai coba mengakuinya

Walau apalagi yang akan kuucapkan dengan seribu walau yang dikawal sejuta rasa gelisah dan berbungkus airmata maya

Dan alasan apalagi yang akan menyangkal dengan bertopeng seluruh fatamorgana keindahan dan aku sendiri akan menyangkalnya bahwa itu akan menjadi nyata jika aku telah merasakan sakitnya!


Detik terakhir dari menit ini yang memburu aku untuk melakukan kematian....

Satu evolusi alam dalam keharusan aku menciptakan sejuta kata cinta yang aku persembahkan untukku sendiri

Dan kematian itu juga akan membunuh aku sendiri ditengah pengukuhan bahwa aku lebih cinta pada keyakinanku

Walau waktu telah mati namun ia akan berteriak sambil ambil sebilah pisau dan menghunus seraya menantang untuk dibunuh....

Itu yang aku yakini tentang ancaman akan ketidakseriusanku dari pemikiranku!

Harapankupun aku akan cepat bercinta dengan semua yang ada dalam yang aku dalami


Selasa Paing pagi sekali waktu itu aku berpikir bahwa hari itu dulu aku pertama kali menangis

Dengan selembar kertas putih yang kubawa....

Dan ketidaktahuanku akan cinta yang sesaat kemudian aku merasakan kecupan ibuku sehingga sejenak saja aku mengerti tentang cinta

Kebutaanku akan Tuhanku dibiarkan hanya sesaat kemudian sampai suara adzan dan Iqomah terdengar walau aku belum mengerti akan nada indah

Tapi akupun berhak mengisi lembaran kosongku dengan semua warna dan semua bentuk dan gaya tulisanku sendiri

Atau akupun berhak menghiasinya dengan gambar pisau tajam bertuliskan keyakinanku yang akan aku pertahankan dengan asahan terbaik dari surgaku


Cukupkan aku dengan perdebatan masa laluku waktu ujianku yang aku pilih...

Hanya sentuhkan nafsu dan kegelimangan yang harus memaksa aku untuk buta dengan yang aku jalani kemudian

Aku masih belum sadar dan biarkan aku mencoba sadarkan kalian bahwa aku mempunyainya...

Jangan pernah sadarkan aku selama aku masih mampu untuk bermimpi bahwa kalian yang akan sadarkan diri dengan jalanku

Dan kesadaran itu bukan sekarang saatnya untuk diuji.....


Jakarta, 4 April, 2000
jam 00.37 am

WAKTU AKAN BERTAPA MENUNGGU AKU MENGAJARKAN CINTA

Sekarang aku rasa sudah waktuku berdiri bersamanya...

Arah yang aku pilihkan untuk suatu nyayian cinta dengan sejuta rasa keraguan

Lalu aku harus coba mulai dari sisi kebenaranku demi waktu yang aku korbankan...

Demi jaring yang aku tebarkan untuk suatu harapan kebahagiaanku

Dan demi rasa yang aku fikirkan dalam kesempitan tekanan kemanusiawianku


Kenapa aku mangkir untuk melangkah masuk jika aku sendiri dapat membuat kunci hatimu ?

Akupun harus bertanya hanya untuk membalas semua keraguan tentang rasa cintamu padaku

Dan jika kau bertanya tentang keraguan itu, adalah kenyataan yang harus aku hadapi sendiri tentang keabadian ....

Abadi cinta yang bertahtahkan kebahagiaan dan ketulusan pengertian aku pada dekapanmu

Ada rasa mampu yang hanya sering menakutkanku akan kemampuanku mewujudkannya!

Ada rasa takut waktu aku tidak sanggup mengiyakan akan sirnanya keegoan dan pretensiusan ini...

Namun ada rasa bahagia waktu kau menganggukkan kepalamu dan bersandar serambi bertutur....

Kau akan ada dan sanggup menerima segala perkembangan kelakuanku sampai aku hanya sadar jika hal yang paling indah adalah bersamamu


Waktu aku menoleh untuk melihat keberadaanmu dan akupun tak sanggup meraih tanganmu...

Aku tak berdaya kecuali menunggu kan menyentuh ku...

Waktu aku berjanji dengan sejuta keindahan semu yang aku yakin aku mampu...

Aku lagi-lagi terpana mendengar kau sebutkan namaku yang paling berharga dan berarti

Dan selagi aku berpikir untuk menjadikanku seorang prabu didunia ini....

Sekali lagi kau peluk aku seraya mengatakan bahwa apapun yang terjadi kau berjanji akan mendampingi aku sebagai permaisuriku

Dan kau katakan bahwa kau akan menjadi penghuni pertama di istanaku sambil melayani semua yang aku pinta


Jadi katakan padaku wahai duniaku!

Alasan apa yang akan kau berikan padaku untuk mencegah aku bersamanya?

Apa yang bisa membuatku berpaling walau hanya sedetik untuk khianati semua janjinya?

Atau kau memaksakan aku dengan semua kegelimangan sedangkan dia begitu berharganya dan tidak ada seorangpun mampu memberi harga bahkan untuk menukarkan dengan nyawakupun.....

Atau sekaligus godaan dan kesengsaraan yang ada harus memaksa aku bertumpu pada pengingkaran bahwa dia yang memberiku asa untuk kehidupanku?

Lalu cukup aku bertanya untuk kau jawab....apalagi yang lebih indah selain aku memilikinya dalam pengakuanku sebagai manusia???

Tak akan mampu kalian menjawab dan jika kalianpun melibatkan bumi dan alam semestapun tak akan ada deritaku melainkan rasa iri kalian dengan senyumanku!


Waktu akan bertapa menunggu aku mengajarkan tentang cinta pada kalian...

Dan matahari akan selalu menunggu bulan yang menanti aku keluar dengan sabda-sabdaku yang indahkan dia ditelinga mahluk alam ini

Lalu kenapa kalian harus resah menunggu waktu kalian sendiri?

Kenapa aku harus menjadi bahan pengingkaran kalian sedangka mereka saja mampu menghargai kesetiaanku...

Dan akan menjadi lucu andai kalian tidak mampu menemuiku dengan jalan kalian!


Aku akan tetap berdiri tengah pencaharian kesempurnaanku...

Dan seakan tetap menjadikan aku dengan bangganya sebagai sosok malaikat cinta kalian

Harapkan sebur jika kalian ingin menanak makanan kalian ditengah periuk cinta dengan sepasang tanganmu yang mengajarkan cinta pada kekasihmu

Dan selalu betingkah bahwa ada sangrai yang bisa membuktikan untuk cinta tidak harus memerlukan minyak untuk mampu mengisi kebutuhan kalian

Tanpa ada yang mampu memilih sendiri keraguan mereka sampai saat harus mengakui jika kesalahan kita adalah pertemuan dua sifat tanpa ada logika yang kau coba keluarkan pada rasa cintamu...

Gerakan lembutmu mengisi semua percakapan dengan menjadikanmu seperti aku...Prabu cinta bagi kehidupanku sendiri...

Dan walaupun duri ini akan terus menyakitkan, namun kesempurnaannya menjadikan ia terlihat tegar dalam melindungi keharmonisan kisah kalian

Jakarta, April 4, 2000
Jam 15.40 pm

TIDURLAH LAGI SAMPAI KAU YAKIN MIMPI ITU ADALAH MIMPIMU

Ah, hampir seribu tahun tak pernah kutemui gadis berambut biru...

Sambutannya memikat kenangan, bahkan membuat aku berfikir kenapa aku bersikeras bersikap...

Aku bukan guru bagi siapapun dan hanya guru untukku sendiri

Lagipula tak ada gunanya harus berdebat tentang arti cinta yang menyeluruh

Dia pun tidak berbicara tentang sempitnya cinta!!


Pernah aku juga menggigiti kue pahit yang aku kira itu manis

Tapi akan mengenyangkan perut ini juga bukan pahit yang jadi substansinya...

Atau jika kita harus menghilangkan keberadaan dedaunan dari sudut pandang keindahan...

Dan coba menggantinya dengan cara emosi kita berulah, bahwa apa yang kita lihat diluar adalah yang kita inginkan

Bisa kau berkata kesejatian khayalan itu tumbuh arogan dengan pohon yang dipupuk subur oleh masa lalu tanpa kemandirian

Dan jiwa yang berlaripun menembus keasaan delapan penjuru angin pada tuntutan seperti mata yang berkedip!

Andaipun harapanmu yang berjaya dan berfikir apa yang terbesar dalam jihad manusia itu...

Maka seketika Sunnah Rasul kita pun menyanggahmu tanpa harus kugurui pendapatmu


Ah, sudah larut malam saat aku punya tugas menjamu bidadari pelangi diotakku....

Aku cuma berkeinginan untuk bersimpuh demi kematangan iman yang akan kubangun

Tapi tersyairkan ini dengan saat fajar menyambutku dan berfikir lagi ...

Ingin kuintip derita semua insani dengan senyum ramah...

Ingin kubuka semua luka walaupun belum terbuka dengan senyuman bersahabat...

Bahkan ingin kubunuh jendela iman yang belum terbentuk dari semua sahabatku


Seumpama aku adalah tubuh yang melindungi semua fungsi indera yang kumiliki...

Aku yang kendalikan semua fakultas yang ada ditengah jihad yang kujalani

Saat pertempuran itu berlangsung...padang kuruseta yang ganas...

Bahkan bau amis darah yang tercium bersahabat akan kucari hanya untuk kebenaran yang telah lama kucari keyakinannya

Lalu kenapa ia berkata tidak pernah mencintai apa yang yang cintai secara tidak sadar?

Karena usia? Membuatnya berkilah jika ia mempunyai segenap impian buruk

Atau ketika harus menyaksikan Resi Bisma harus rela memberikan jiwanya untuk menebus dosa-dosanya ditengah kewajiban untuk membela kewajiban yang ia bela

Ceritakan lagi sejarah dan kisah patriotik itu pada subuh menjelang kamu akan bernafas

Atau belum pernah kau lihat dan dengarkan saat terompet berbunyi tanda perang berakhir....

Dan kau hanya merasakan tubuhmu terseret karena kau telah gugur.....

Ada rasa bangga saat beratus meter tanah menyambut bangkaimu yang mati karena membela apa yang kamu cita-citakan.

Daripada kehendak yang kosong dengan lari mencari tanggung jawab yang lain namun berbentuk serupa pada kesempatan berbuat yang terpaksa

Tidak akan ada rasa cintamu pada kesempatan yang lain itu, dan tidak pernah jeratnya memorikan kebanggaanmu...


Ah, sudahlah aku masih harus membunuh setan milikku dulu sebelum aku menjadi setanmu

Sampai harus bertahan ditengah tepian yang tertepi dari rasa pengingkaran nurani

Kamupun tak mengakui bahwa yang kau ingkari tidak kamu yakini

Coba untuk memilih secara jujur daripada kebohongan yang terjadi menjadikan kejujuran yang tidak pasti

Apa berbuat tanpa kau yakini menjadikan gerakan tubuh yang menggoda tidak berupa jawaban hati yang terbius halusinasi belaka?

Kalaupun berkata aku memang kalah dan terlahir untuk kalah!!

Itu kata menyerah ,teman!! Dan bukan fakta jika manusia mempunyai suatu yang lebih...

Jika harus bertanya kenapa kau percaya segalanya yang malah tidak kau yakini?

Memang ucapan yakinmu berwujudkan secara eksplisit ditelinga mahluk lain

Kalau juga mencari siapa selain itu yang meragukan, dan hanya sisi batinmu yang akan menangis

Karena memang bukan dia yang harus mendengar namun tugasnya hanya merasakan


Satu kalimat terakhir menciptakan sejuta keraguan , jelas dengan bekal akalmu

Aku punya sejuta kalimat yang hanya menghasilkan satu keraguan, dan itu memang hanya untuk mereka

Herannya , hasil dalam wacana kesendirianku hanya memukau dipendengaran orang yang mengaku bijak

Aku bukan pecundang dengan jasad raja... namun aku raja dengan tubuh pangeran

Pernah terpikirkan jika aku tidak ada kesempatan untuk menyambut kegelapanmu

Dan besok anginpun hanya dapat sendiri kurasakan


Ya... ada satu lagi yang pantas kamu cari

Api yang harus membakar dalam pelangi indahmu sendiri

Angin yang harus membawa sosokmu ditengah neraka yang diciptakan atas usulmu

Jadikan senjata waktu aku dan mereka mencoba menyentuh apa yang kau tutupi

Jadikan telaga waktu kamu mencoba membuka semua yang kau sembunyikan

Wajarkan aku berargumen dengan seluruh ketakutan akan menilai kelam telah dekat di selimutku

Dan buatkan aku fatamorgana untuk aku berusaha menilai ....

Satu bagian kebangkitanku adalah juga fatamorgana ditengah impian kereta malam dan kelelahan


Ah, semua akan dan sudah dewasa dan lagi telah mendewasakan kematangan dosa masing-masing

Aku cuma berdiri menanti, duduk tertunduk dan berbaring kesakitan, lalu mati berteriak...

Aku bahagia melihat mereka, dan tidak bahagia meliat mereka yang lain

Namun aku tertawa jika aku terpilih menjadi satu pewaris istana ini...

Pangeran yang akan membuktikan pada pembaca puisiku tentang ketamakanku, keangkuhanku dan kebijakanku....

Ah, sudahlah....

Ah, lupakanlah...

Ah, beranjaklah...

Mimpi dan tidurlah lagi sampai kau yakin mimpi itu adalah mimpimu....



Jakarta, December 11, 1999 Jam 23.00

AKU AKAN MENJADI FIGURAN TANPA CUMA MENJADI PENONTON SAJA

Disini aku berdirir sambil menyulutkan api untuk sebatang rokok yang kusisakan

Melihatlah kebaikan pada diriku...dan beri aku kabar tentangnya

Dengungkanlah setitik kepercayaanmu pada aku sampai keujung mulutkupun akan terucapkan itu

Aku tidak perlu diberitau jika dirimu besar, dan bukan itu

Merekapun besar karena punya harta sebesar yang mereka dapatkan

Kekayaan itu adalah milikmu dan memang milikmu, tapi saudara kami yang memasrahkannya


Atau mungkin hanya satu kesenangan yang terpikir dan dapat kami miliki...

Panggung sensasi yang tidak berujung...???

Dengan peran utama yang berganti dan banyak aktor utama yang berbakat

Babak apakah yang aku pikirkan saat ini, akupun akan bertanya

Atau pada babak berapa aku akan menjadi figuran tanpa cuma menjadi penonton saja


Gerakan tanganku menghembuskan asap yang dapat membuat aku menghembuskan nafas terakhirku

Namun , apakah bedanya dengan mati tak berarti dan tidak berkesempatan diberi arti

Sultan manakah yang akan menawarkan sayembara keberuntungan itu

Waktu aku mencoba meminang kebaikan penghidupan diujung mata yang berisi cemooh rakyatku

Dengan menyebutkan segenap rasa inginku berpadu dan bersatu pada akhir masalah ini

Atau dengan angin yang ada saat kedinginan telah menusukkan kuasanya

Mungkin juga asap dari rokokku itu yang coba beri artiku untuk dunia


Coba aku sembunyikan pikiranku di rekayasa yang terlihat baik

Sesunguhnya andai tanpa persaan dapatkah kita mempertanggungjawabkannya pada hakim yang akan mengadili?

Adakah hakim itu yang akan berbuat adil?

Kalaupun ada dimanakah sosok itu dan mengapa wakilnyapun tidak memperlihatkan padaku arti keadilan

Mungkin sultan telah dipecat oleh hakim itu dan mencari pekerjaan baru?

Atau saat aku bernyayi hanya segelintir orang yang bisa menikmati, lain dengan nyayian Paduka dimana semua akan mengangguk...

Apa alasan untuk berpura-pura mengangguk kenikmatan sedangkan hal itu dapat dilakukan semua insan

Semua bisa dan akupun bisa...lihat aku mulai mencoba menikmatinya dan....semakin nikmat bagai seorang Beethoven yang coba memperdengarkan Simphoninya.

Tapi tunggu sebentar Tuan.....sebentar saja

Dengar ada suara jeritan?ada suara cemooh?ada suara sumbang yang mengganggu musik ini...

Tenang akan kucari asal suara itu Tuanku....

Lama kucari namun tak seorangpun mengaku menjeritkan dan mengeluarkan suara sumbang itu...

Ooh..ternyata kutemukan juga suara itu...dan berasal dari lubuk hati dan jiwaku sendiri yang tidak terdengarkan oleh orang lain apalagi oleh Sultan Paduka yang asyik memainkannya


Namun kenapa hanya sosok diriku seorang yang tersingkir?

Pasti dan menjadi aturan jika ada persamaan setiap insan dengan insan lain yang akan berkelompok dengan satu visi dan tujuan

Apa yang terjadi jika memunafikkan perasaan menjadi kelompok tersendiri ditengah kelompok yang satu visi...

Distorsi?...Bukan karena mereka tidak mengganggu

Kebodohan yang kronis?...Ya dan itu yang harus Tuan antisipasi Paduka,...Kebodohan rakyat Paduka


Sebuah opera yang menawarkan keindahan dan kemudahan ada disini

Dibalik sebuah gengsi untuk bersikap karena menolak perbedaan....

Yang mereka anggap merupakan kebodohan sementara bagi kebanyakan kita...kebanyakan kita yang mengaanggap arus adalah yang terbaik untuk selamat

Arus bukan tantangan dan hidup adalah air yang mengalir...

Tanpa pernah mencoba bahwa arus dapat kita gunakan sebagai demokratisasi kehidupan berlayar

Dan kita mempunyai tempat di kapal itu, kita punyai hak kita, dan kita akan pertahankan hak itu


Kebodohan itu yang kita takutkan jika arus itupun terlalu deras dan mereka bukan handal

Maukah pelayar sejati mati konyol hanya karena memperhatikan manusia-manusia tak berbudaya yang coba menjelaskan sifat alam disaat badai telah datang pada mereka?

Atau haruskah kita mati juga untuk mereka yang dapat membunuh kita karena kebodohannya ataukah kita biarkan mereka dan tinggalkan pada rumah mereka diluar lautan tanpa harus merugikan kita

Ataukah hanya berarti menjadi pelaut yang terpenting dan menjadi petani adalah hina?

Bagaimana mungkin kalian menikmati hidup yang kalian sendiri tak mampu menentukan bahkan hanya mampu memberikan segelas arak pada nahkoda kapal dan menginjakkan kaki kalian dikepala awak kapal yang berpengalaman...


Murkakan kepahitan dan datangkanlah keadilan untuk mencegah kehancuran ini...

Sendirikanlah mereka yang coba berbuat tanpa tau apa yang terutama untuk kejayaan ini

Atau belajarlah tanpa membuka mulut ketidaktahuan sampai kecakapanmu terlihat semua orang

Dan Paduka Sultan, sadarkanlah mereka arti hidup ini sebelum Paduka sendiri yang disadarkan Allah bahwa pemimpin itu bukan suatu kenikmatan....namun suatu musibah yang hanya diberikan pada mahluknya yang mampu melewati cobaan itu


Terimakasih paduka dan semoga semua tersedia untuk kemakmuran kita bersama

Satu kata dengan berbagai pikiran dalam kesadaran kita...

Angin akan menjadi sahabat, api akan berkawan dan air akan menghidupi kita serta bumi akan terus tersenyum untuk dipijak oleh umat Allah.....



Jakarta December 9, 1999 Jam 20.51

Kesalahan terindah yang tidak pernah aku sesali...

Kesalahan terindah yang tidak pernah aku sesali...
Waktu aku menjadikan waktu yang ada sebagai hiburan nafsuku

Dan kebenaran yang terjadi ketika aku membenarkannya...

Tanpa pernah bisa bicara suatu kebenaran yang lain yang akan muncul

Dan belum pernah aku sekalipun bisa membedakan semua kebenaran yang telah ada...


Kapan lalu ketika wasangka ada dalam selimutku dan hangat terasa

Aku nikmati tertawa dan senyuman untuk itu...

Aku tidak pernah merasakan hilang...

Aku belum pernah mencicipi rasa amis darahku sendiri...

Dan aku juga ingin membuangkan badanku besertanya terus menerus

Sampai kita juga tidak akan merasa waktu yang ada akan terasa kurang untuk waktu kita juga

Dan sampai kita merasa jika kita hanyalah mencoba untuk menjadi mereka...bukan menjadi apa yang harusnya kita lewati untuk kita cari...

Sehingga umatpun tanpa terperintah menjadikan suatu pajangan untuk berkata bersama dalam suasana yang sangat magis sekalipun...

Atau membiarkan kita dalam rasa tenang andaikata ternyata kita telah mengetahui bukan kita yang harus ada didalam diri kita...


Kenapa juga harus kami bertanya pada kita yang juga tidak kuasa untuk menyambut kalian...

Harusnya kita dapat menyingkirkan kesendirian diri kita sendiri untuk menuju kesendirian yang lain... kesendirian dimana kita tidak sendiri namun sepasang dari kita telah menyendiri...

Dimana rasa sendiri itu hanya membuat kita tahu jika bukan kita pelaku pada kejahatan kita...

Dan bukan itu jiwa yang suci yang membimbing kita pada amal kita sendiri...

Tidak cukup untuk berbisik dan berteriak untuk menyadari dari terapi kita pada sesuatu nan kabur

Tidak pernah kalian berada bersama kita dalam sendiri dimana kalian tidak pernah merasa sendiri itu yang kami maksudkan...


Aku juga cuma manusia...

Tapi aku juga tidak pernah menyadari kalau aku punya lebih dari aku cuma bukan manusia...

Dan saat aku bersujud dihadapan Mu ... aku juga harusnya tahu jika aku hanya manusia

Tapi aku juga mengakui jika aku merasakan kemanusiaanku saat aku juga tak berdaya... hanya itu

Gelegar nafas dan sabda yang ada hanya membuat aku ragu karena ketidaktahuanku yang sering tidak membuat alasan didiriku...



Hanyutkan juga ragaku saat aku memang memulai...

Bawa semua perasaanku pada saat kecil itu datang padaku ...

Saat itu tolonglah aku walaupun aku memang merugi karena saat hanya sesederhana itu

Aku juga punya cita-cita untuk bahagia dan aku juga sangat merasakan bahagia itu muncul pada saat aku melepaskannya untuk kesendirian tadi...
Sampai kapan tapi kuyakini mampu



30 Desember 1998

jam 15.37 pas

Satu kata belumlah cukup untuk meniup debu ini

Kamukah yang tadi coba memanggil namaku?

Tapi kenapa hari ini hanya hatiku yang menolehkan sosoknya untukmu?

Tidak mungkin jika tidak ada kesalahan antara kita berdua...

Mungkin juga kalau kaitan emosi yang terhubung dibatas kecemburuanku...

Jadi kita mulai berdalih kalau emosi kita ini yang berbicara?

Dan menurut kebanyakan khalayak itu wajar dan bukan sebuah kesalahan...

Salah besar mereka...salah lagi mereka yang mencoba menenangkan kita walaupun niat itu menjadi baik terlihatnya.

Kita bukan anak kecil lagi , ada baiknya keegoan kita menguasai dengan dalih seninya bercinta...

Akan tetapi mulailah mencoba untuk mengerti apa yang aku rasakan

Seperti hujan yang mengerti jika mendung datang maka saatnya ia turun kebumi...

Jika tidak, oh... maka manusia akan bertanya dalam penantian dan merasakan panas.

Seperti embun yang mengerti andai akan masuk fajar maka ia akan berada didaun...

Jika tidak, apa nasib daun itu?

Dan seperti apalagi yang akan kusepertikan rasa hati ini bersama rasa rinduku.


Satu kata belumlah cukup untuk meniup debu ini keluar dari kerisauanku akanmu...

Andai aku bertaruh pada terbenamnya matahari maka aku tidak pernah terlihat pandai dimatamu karena itupun mampu dilakukan setiap mahluk.

Dan aku akan mencoba bertaruh untuk menujum ajal sesosok mahluk Allah dan maka aku akan terlihat gila dimatamu karena itu tidak mungkin.

Dan kalau aku akan bertaruh dengan keyakinanku jika aku akan tahu pasti apa yang membuatmu bahagia dan apa yang dapat menjauhkan kamu dari persaan sedihmu....

Dan lagi-lagi aku yakinkan diriku bahwa aku pasti akan menang pada pertaruhan ini....

Terus.... apalagi yang kamu cari, dan apalagi yang kamu tunggu?

Aku pasti bisa dan pasti memenangkannya, aku cuma mau menunggu setiamu dan rasa percayamu....


Bukan fatamorgana setiamu yang aku harapkan namun aku tahu itu pasti nyata.

Kasih tahu aku untuk itu dan jangan pernah ragukan perasaanku

Cukup kamu berjanji sekarang dan aku harapkan janjimu adalah janji mentari yang tetap akan terbit pada pagi hari...

Pastikan aku untuk terbit setiap saat dihatiku..

Sejuta kalimat cintaku dan sejuta malaikat merestui dan diiringi godaan sejuta bidadaripun...

Rasanya tidak perlu lagi untukmu karena kamupun sudah tahu pasti tentangku

Seindah nada yang kupetikkan adalah indah ditelingamu saja yang kuharapkan...

Dan semanis kata yang kepersembahkan adalah manis dihatimu saja yang kumau...

Dan semua yang membuatmu bahagia adalah impian yang akan kubuktikan nyata pada saatnya.

Indah hidup ini nanti akan seindah musik yang terindah yang belum pernah tercipta.

Dan manis kata-kata puitis adalah semangat terbesar yang membuat kita harus bertahan ditengah badai bumi ini.


Cukup kamu berjanji lagi sekarang untuk terus bersamaku...

Dan jangan sekalipun terpikir jika janjimu adalah cuma hiburan semata untukku...

Cukup setiamu saja yang kuatkan janjimu...

Seperti janji mentari untukku....

Seperti janji mentari untuk kita berdua...



Jakarta, September 27, 1999

Jam 20.47 BBWI

Sepotong Gelisah Yang Kutambatkan Dan Kusimpan Untukmu

Pukul 6 pagi waktu aku coba mulai hidup baruku...

Saat-saat aku mulai gelisah berpikir tentang cita-cita dan keputusanku.

Percayakah kalau aku hanya butuh kamu disisi kekacauan pikiranku

Waktu ini membuat aku harus mengakui ketidakberdayaanku menghadapi ini tanpa kamu

Arti yang kamu berikan untuk semangatku...

Cinta yang kamu tunjukkan pada ambisiku yang tidak teredam...

Pengertian yang kamu pasrahkan hanya untuk memuaskan keinginanku untuk membuktikan aku yang sebenarnya


Sepotong gelisah yang kutambatkan dan kusimpan untukmu...

Terkadang sangat egois jika harus kulibatkan perasaan yang kurasakan saat ini padamu

Namun aku bisa cepat menyadari arti dirimu yang dapat membuatku tersenyum sepanjang perjuanganku disini...

Bahkan aku tidak punya lagi motivasi berkuasa tanpa bisikanmu yang mendinginkan aku

Atau belaian kasihmu yang menyentuh dan memaksakan aku berpikir akan bahagia adalah melihatmu merasakan bahagia...

Atau mungkin bahagiaku hanya jika disisiku tak ada jarak dengan sentuhan kasih sayangmu

Serasa aku ingin kamu mengerti jika aku sekarang dalam keadaan yang hampir tidak tertolong....

Aku sangat butuh cintamu yang bisa mengeluarkan perasaan tak menentu ini dari kekalahanku menerima keputusan yang aku anggap membela hati nuraniku yang selalu kubanggakan padamu, sayang....

Sudahkah kamu sadari dan rasakan kalau cuma kamu yang bisa memberiku arti?

Bukankah kamu hanya menunggu waktu untuk memelukku dan mengecupkan bibirmu pada gelisahku hingga aku bisa keluar dari jeratan rasa kalahku sendiri?

Sayangku.... aku yakin kamu akan melakukannya untukku


Seuntai perasaan yang telah kumengerti bahwa kamu adalah bagian dari tulang rusukku yang hilang...

Entah kenapa setiap aku merasa terlalu melibatkanmu dalam paksaanku agar kamu mau mengerti dan menolong aku dalam setiap kegalauanku...

Aku juga cuma bisa memasrahkan pada suaramu yang sangat menghibur segenap jiwa yang t’lah terkosongkan waktu harus aku hadapi kenyataan ini...

Belum cukup rasa cemburuku menghantui aku hingga sekarang aku harus minta dekapan eratmu?

Lamunankupun membuat aku memaksakan agar secepatnya bisa menyentuh kamu agar semangatkupun tumbuh...


Secarik kertas ini yang terbaca bahwa tiada yang bisa menggantikan kemasyuranmu di dalam cintaku...

Aku segera harus meyakini jika denganmu aku bisa melakukan apapun yang ingin kulakukan...

Aku juga meyakini jika tanpa kamu akan membuatku memilih menyentuh tanah dan tidur didalamnya sehingga aku harus menunggu saat terjaga dan ketika itu kamu akan menjadi milikku lagi...

Lebih yang kupilih adalah bersatu denganmu dengan cita-cita yang akan kita jemput bersama dengan kesetiaan kita...pengertian kita


Bukan tanpa penyantunan, diriku bisa berbuat untuk membuat guratan permohonanku tuk dampingi jiwa dan ragaku disetiap nafasmu dan nafasku...

Apa salah dan aku akan didera dosa, jika aku harus mendahului takdir dengan keyakinanku kalau kamu adalah milikku....

Yang terlahir untuk mendampingi aku....

Yang diturunkan untuk menemui aku dalam iman yang menjadikan takdir kita bersama...

Mungkin aku juga terlalu mendahului kehendak jika harus kukatakan jika aku dan kamu tidak punya pilihan lain selain bersatu dalam cinta...

Atau aku yang sedang dimabuk cinta?


Sebuah kata yang terdengar indah ditelinga kita berdua...Cinta

Kesan yang memaksa kamu suka atau tidak harus mendampingi aku...memperhatikan aku...menghentikan keputusasaanku...dan segala yang akan kurasakan.

Sejenak dari asaku harus memberikan keyakinanku padamu jika aku akan menggandeng tanganmu menuju surga yang kita impikan...

Menuju kehidupan kita berdua yang tercipta dari pembicaraan kita...

Mencoba mengabarkan dunia jika kamu adalah milikku yang tidak pernah akan terambil dari tanganku

Mengakui walau harus kuakui jika aku adalah pria yang paling beruntung dengan egoku yang termengerti oleh gadisku

Dan memaksa aku untuk lebih beruntung dibanding kamu....

Namun aku akan memberikan cintaku seperti udara yang kamu hirup...seperti surga yang kamu dambakan ... dan seperti-sperti yang lain yang pernah kamu dambakan,dan pernah kamu impikan...


Jakarta, September 10, 1999

Jam 22.16 WIB

SUATU FENOMENA

Aku terkadang berpikir tentang kehidupanku sekarang ini

Berusaha juga untuk menjadi salah seorang bijak yang pernah lahir didunia

Untuk taraf ini yang terpikir terindah adalah cinta....

Apa arti cinta untukku? Apa yang membuat aku merasa dia begitu berari?

Bukan tidak mungkin jika aku memilahkan cinta,jodoh dan takdir...

Nyata dalam kehidupan kita bersama jika itu suatu fenomena kehidupan


Cinta menurutku adalah gambaran ego manusia untuk tidak diduakan

Ia juga lukisan rasa menguasai tanpa toleransi yang terbatas...

Dan kesempurnaan kebersamaan yang dimiliki setiap insan untuk saling menunjukkan...

Saling meyakinkan dalam kecemburuan yang mengikat...

Tidak akan pernah ada cinta tanpa tembok besar yang akan membuat kita menoleh jalan lain untuk melangkah...

Akan selalu terjadi dimana pengertian dan rasa pengorbanan itu terasa tidak logis bagi pengamatnya

Belumkah cukup untuk memberikan arti jika cinta itu yang terindah...

Dimana setiap manusia mampu mengorbankan apapun termasuk ambisinya ... bahkan nyawa sekalipun


Bagaimana jika jodoh yang akan menghalangi perasaan itu...

Bukan urusan manusia untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya

Sekalipun apapun yang terlihat eksplisit namun kuasa kita melogikanya tidak mampu menembus keimplisitan jodoh karena kita mahluk Allah terbodoh jika cinta menyelimuti

Itu adalah kuasa pencipta untuk kebaikan kita...

Demikian juga takdir yang akan kita mohon untuk kita tentukan sendiri

Apa yang dapat kita perbuat jika masa depanpun hanya kita yakini tanpa dapat kita prediksi

Kenapa harus bertanya dalam ketidakpuasan jika kitapun akan segera tahu jawabannya...

Hanya soal waktu untuk menguji perintah itu...hanya soal kebesaran hati kita yang menilai kebaikan takdir kita sendiri secara bijak dan dewasa...

Allah akan segera memberikan jawaban itu untuk kita jika kita mampu dengan sabar melewati dan dengan rasa percaya yang super absolut tentang cinta kita.


Cinta,jodoh beserta takdir akan berbicara sempurna jika rencana kita berjalan

Namun tidak akan pernah ada kesempurnaan yang absolut akan itu...

Kita tidak akan mendapatkan yang terbaik untuk percintaan kita namun kita bisa membuatnya untuk mencoba memberikan yang terbaik dari takdir kita.

Kesempurnaan kehidupan kita adalah awal dari ketidaksempurnaan percintaan kita...dan ketidak sempurnaan cinta itu menghasilkan kelanggengan yang sempurna jika terdapat persaan mengerti

Hukum seni dan budaya adalah cara memperlakukan kehidupan manusia didunia ini

Dosa adalah bunga yang akan menipiskan amal kita dan itu juga berarti jika kita sangat menyukai seni-seni yang akan muncul dan menghiasi hidup kita setelah kita lewati...

Hanya akan kita nikmati setelah kita melewati!!!!

Suatu yang sempurna adalah suatu yang tidak punya cacat dalam perjalanannya...tidak Punya tantangan

Alur cinta adalah suatu yang menuntut perubahan akan jaman dan bisa terjawab dari dasar jiwa yang besar

Dari perkembangan hati yang tersentuh budaya yang terus akan maju...

Dan dari seni yang mengajarkan kita pada keindahan-keindahan dunia



Jakarta October 6, 1999

13.03 BBWI

Suatu Permulaan

Suatu permulaan dariku untuk dirimu

Selintas rasa malu teringat disisimu…

Merasa lantaran aku menyayangimu ?

Apa karena anginku ada di labuhmu?


Panas berumur di cinta yang merasa bercinta

Sampai memanggil pada rahasia yang tersimpan

Menjadi jiwa yang memangku galaunya serapah

Tuhan bersatu dijiwaku….



Menoreh apa yang tertulis pada inang yang tertulis

Katakan kumulai memanggil pencipta..

Persilahkan dirinya menjadi diriku

Mengujikan paham yang sampai kini kian Satu



Kini kusingkirkan kesendirian tbuhku…

Kini kutemui kesendirian jiwaku….

Kusingkirkan kepercayaanku akan ada…

Dan akan kutemui pada penyingkiran itu





tanggal 13 Oktober 1998

jam 8.00 pagi

Satu Jam Ku Dalam Tidur Dengan Mata Yang Tidak Kupejamkan

Selalu saat aku harus menjamu keinginanku waktu aku tidak ada didekatmu...

Saat itu juga perasaan suci untukku pergi begitu saja.

Seandainya saja resahku bukan untuk mengingatkan aku pada bebanku kini..

Mungkin jiwaku tidak ada diambang batas kesetiaanku pada keyakinan ini.

Pernah tidak kita berusaha mencoba yakin pada kesalahan yang sebenarnya kita yakini bahwa itu salah?

Atau kita kerap bertanya galaunya hati ini karena usaha kita sendiri yang telah mengerti namun tidak dimengerti oleh jiwa kita sendiri...

Ya...sendiri...kita sendiri menanggung semua jawaban untuk tetapkan fenomena ini.


Satu jam yang terasa berat setelah terlewati...

Bukan mengiyakan waktu aku tengah melewatinya dengan senyuman diujung logikaku

Tidak memberi pembenaran pada rasionalitasku waktu kupakai wajah yang kuinginkan muncul menggantikan lukisan penguasaku..


Satu jam yang tidak terasa indah waktu semua manusia menyalahkan keputusanku...

Tidak pernah terjadi ketika manusia itupun berkaca dari sisi kenaifan mereka untuk diperbandingkan dengan logika alam.

Kenapa aku tidak bisa menjadi mereka? Kenapa aku tidak bisa menjadi kamu?

Aku punya realita yang rasional ketika aku bisa menjadi siapapun yang tidak pernah kumengerti?

Kita bisa menjadi apapun ketika kita mencoba untuk menuju ke neraka...

Tapi akupun tidak yakin kalau abdi neraka itu adalah aku disaat aku bisa menjadi seorang ahli surga dengan pikiranku..


Mungkin pemukimanku belum menemukanku di tepi waktu yang menjadikan jasadku adalah jasad seorang manusia biasa..

Tidak pernah harus terjawab andaikata kitapun bertaruh pada senja yang pada umumnya adalah suatu harapan dari kita yang takut pada penderitaan

Apapun yang menjadi alasan kita...

Apapun yang menjadi kesetiaan kita...

Bukan menjadikan siapapun untuk sesaat namun menjadikan seseorang untuk menepi.


Sejalan kita berfikir kalaupun cinta yang dimiliki adalah kesepakatan insan yang jauh berjanji...

Mereka tak akan menemukan sosok jiwa terasing dalam dirinya...

Atau menutup mata untuk tamu itu dan berharap ketidaksopanan ini mengusirnya dari gubuk mereka..

Nyatakah...?

Bisakah itu berjalan pada sosok lain yang memaafkan kita sendiri ?


Satu jam yang tidak bisa memberikan penyesalan padamu...

Satu jam yang membuatku melewatinya dengan berfikir untukmu...

Satu jam yang sesungguhnya tidak kulewati ...

Satu jam ku dalam tidur dengan mata yang tidak kupejamkan...


Jumat, 20.35 malam Di Jakarta at kamarku yang mungil

PERENUNGAN YANG TERMASYUR DI LANGIT YANG TERAKHIR

Sore hari yang berembun di pelupuk mataku

Walau aku bunuh waktu sepi ini dengan kehadiran imajinasiku akan kamu

Kemudian kutemui sifatmu di diri sepi ini

Samakah yang kita rasakan untuk kesekian kali ini?

Atau kemapanan yang ada di sini menjadikan ketabahan tak berbatas?


Rinduku tlah berbatas pada ketidaksabaranku sendiri

Walau sebatang rokok kuhisappun tidak mampu berbuat seperti sore itu

Untukmu dan dunia ini akan kubangunkan kerajaan di hati ini

Kerajaan yang bertahtahkan keimanan yang kurebut dari perenungan

Sampai saatnya Guru bertanya dimana letaknya?

Sampai dia mengakui jika aku memang berbakat untuk mencapai kehidupan


Atau taubat kepada kebaikan menjunjung redanya amarahku

Jangan pernah kau sentuh pertanyaan yang jauh dari aku selama bukan waktunya kau menatap wajahku...

Tidak akan pernah ada pancaran tatapanmu jika memancarkan rasa curiga ini...

Sampai kau punya dan telah kuberikan kesempatan untuk melakukan keluh kesah padaku.

Hanya sementara saja persyaratan itu sampai kutemukan semua bebahu kerajaanku

Sampai akhirnya aku bukan menjadi pengawal namun raja di diriku sendiri


Kalaupun panas ini tidak pernah aku keluhkan...

Namun kekosongan diri ini yang kutahankan

Sampai kekosongan ini menjadikan perenungan pada batin yang termasyurkan di langit terakhir

Pada semua kesempatan untuk bersujud bersamamu dan memohonkan permintaan...

Untuk menjadikan aku Khalifah terbesar di dalam jiwaku...

Untuk menjadikan aku prajurit tertangguh dalam kesendirianku

Untuk membuat aku pujangga terbijak dalam ucapanku

Dan membentuk aku menjadi wali yang terhina dimata raja ketidakadilan


Sampai aku harus mengatakan yang terpenting dalam penantianmu

Kesungguhanmu untuk menjadikan aku adalah segalanya

Tekadmu untuk mengabdi padaku menjadikan duniamu berbunga damai

Haruakan kesetiaanmu dalam bumi jiwa yang tengah terbentuk dengan kedewasaan

Walau tanpa aku disisimu sekarang namun akupun terus bersatu dengan perasaanmu

Dan jiwa yang telah terpisah menantikan satu suratan waktu


Kala kutuliskan semua penantianku untukmu

Dan akupun mengajukan kesempatan untuk kujamu dari jarak yang ada

Sampai saat kau menjadi permaisuri yang mengisi istana yang akan kubangun nanti

Sebentar lagi ...

Sebentar...



Jakarta , 1 August, 1999

18.02 wib

Panggung Dimana Aku Menjadi Lumpur

Selambat kuasa manusia yang ada di kenyataanku kini...

Dalam sisi sahaya yang dipastikan oleh suratan

Kalaupun diriku berusaha untuk memberikan pertanyaan pada tujuh warna pelangi...

Dan disetiap benakku aku berguman untuk fatamogana leluhur yang tak pasti

Kesepian pada sudut anggukan yang terkesan memaksakan kehidupanku...


Sejuta bidadaripun bukan merupakan ujian untuk membicarakan kecantikan mereka

Dan pastikan kata-kataku untuk mereka bukan bualan yang dibuat manusia seperti aku...

Andaipun aku seorang dewa yang bercinta dengan penghormaan manusia untukku....

Itupun seperti sosok yang aku belum dapat mencumbu di sisi satu anganku sendiri


Mungkin gubahan jiwa untuk senada dengan alunan desir jauhnya air menjadi kunci semuanya?

Lagi-lagi ungkapan kalimat yang belum pantas untuk kuungkapkan sekarang telah terlanjur...

Bukan suatu rasa yang tiba-tiba untuk aku damparkan asaku di pangkalan yang baru

Dan pasti juga hari-hari ini dalam genggaman jika kecupanku merasakan keindahan juga...


Sampai saat harus digunakan keterbatasan yang muak akan keterbatasan yang ada...

Hingga ketika air itu meneteskan jalanku kepanggung dimana aku harus menjadi lumpur sekalipun...

Mana mungkin aku tidak sudi akan peran itu disaat aku tidak memiliki apapun untuk bertahan.!!!

Haruskah aku coba menjadi sosok penuh amarah disaat kesabaran yang harus menguji?


Ternyata harusnya hanya sepasang tangan dengan mata terpejam yang belayar...

Ya..hanya itu yang dapat mengayuh sampan dengan segala mimpiku...

Tergores di pakaian berkedok tinta dari air sungai yang keruh...

Tapi harus juga diyakini kalau kesempatanku untuk bertobat hanya ada kali ini...


Pada restu yang ada setelah ada permintaan untuk meminang kesendirian dan kebebasan

Dan pada jasa jiwaku dengan segala nafsu untuk bersama mengakhiri dunia ini...

Dan pada semua yang telah tergoda untuk bercumbu dalam batinku yang tercumbu

Aku dapat mengakhiri ini karena tanganku yang mengayuh keatas dan hatiku yang mendayung kebawah...



Surabaya, 07 Januari 1999

MUNGKIN TAK PERNAH LAGI AKU BERDOA UNTUK MU...

Keinginanku yang pertama mungkin terasa tak mungkin

Tapi jika aku berfikir sekarang maka akan jadi itu keinginanku yang terakhir kali...

Artinya aku tidak akan meminta lagi padamu jika aku dapatkan

Bukankah itu berarti aku mengingkari doa demi doa yang sebenarnya sekarang masih kusimpan..

Yang nanti pada saatnya akan kupanjatkan padaMu jika aku membutuhkannya

Tidak perlu lagi manusia lain berkata dan mengajariku berfikir...bersikap

Apa merekapun memandangnya hanya dari satu sisi emosi

Atau dari satu sisi waktu yang dipaksakan menjadi satu ?

Terus...harusnya manusia lain (selain aku)pun mampu mencoba untuk menguraikannya menjadi molekul yang terkecil dari pikiran mereka


Tapi Tuhanku...

Keinginan keduakupun sangat terasa tidak mungkin.

Kenapa ini terjadi ya Allah?

Bukankah Kau yang ciptakan aku dan itu berarti Kaupun yang berkehendak aku untuk mempunyai impian ini?

Lalu kenapa ada pada aku, bukan manusia lain?

Mereka-mereka itu bukankah sama dan sederajat denganku dimataMu?

Tunggu dulu...aku baru berfikir dengan logikaku...

Berarti yang kufikirkan adalah tidak masuk diakalku... tetapi adalah mungkin di kehendakMu!

Benarkah ya Allah? Kalaupun keliru kenapa mahlukMu yang ini yang kau deritakan?


Segenap nuansa kekeliruan kukumpulkan di batu pertanyaanku..

Itu walaupun bagian masa laluku, namun aku beriman padaMu

Kerajaan hatiku belum berisi ajaranMu yang benar

Tapi kerajaan itu adalah diisi dengan impianku akan kejayaan yang Kau ajarkan dan ditambah doktrin setan yang indah.

Kenapa ada itu semua? Bagaiman mungkin aku bisa memerintah dengan dua ajaran yang kontras?

Ada kesanggupan dalam kesungguhanku mengamalkan ilmuku

Ada kemauan diduniaku andai aku orangnya untuk mensyiarkanMu.

Kekeringan cintaku padaMu belum sekering cintaku pada musuhmu... itu masalahnya

Dan penjelasan terlogispun akan terangkat dengan sendirinya jika aku harus membunuh impianku


Hal ketiga yang kuingini menjadikan aku semakin manusiawi

Dan semakin merasakan bagaimana malaikat-malaikatpun berangan untuk menjadi manusia

Aku punyai itu, rasa impian dengan keyakinan mengubah dunia

Tapi jika itu sekarang mungkin tak pernah lagi aku berdoa untukMu

Dan tak pernah lagi malaikat membawakan pesan beritaku padaMu...

Tapi kenapa ada lagi keinginanku ini?

Pasti aku berfikir lagi sekarang bahwa dengan kehendakMu bisa terjadi..


Yang masih kufikirkan tentang keinginan keempatku padaMu...

Walau akan semakin menjadikan aku mahluk yang tidak mampu berbuat apa-apa tanpaMu

Keinginan ini mungkin menjadi penutup dari semua keinginanku

Dan pasti aku akan mengucapkannya disetiap doa-doaku selama ada denyut nadi yang menggetarkan bibir dan hatiku...

Keinginan yang terakhirku adalah....kabulkan segala keinginanku, Ya Allah....


Jakarta, November 22, 1999

2.22 a.m. di kamar

Mungkin

Rasa melemah kini mengelilingi aku…
Berulang pandaran maut dan ketakutan yang tak beralasan
Saat jiwaku merasa untuk berbagi …

Saat tubuhku membeku untuk merajuk…

Kuasa dari pemberi cinta tidak ada dalam anganku


Entah kenapa akupun merasakan bagai terkubur

Entah kenapa cintapun takbisa selamatkan obsesi ini

Entah kenapa aku ada pada ketakutan ini

Dan entah kenapa aku belum sampai di hadapan alam


Kalaupun aku dapat berpaling akan kesungguhan janji….

Janji yang telah tertera selama bumi dipijak manusia..

Itupun aku tak kupercaya…tak kuimani…tak kumiliki…


Dapatkah ragu mengangkat kesungguhanku?

Aku butuh suasana kepastian yang kupercaya…

Seperti kupercaya jika aku masih menghembuskan nafas ini…

Dan seperti kupercaya jika aku punya cinta untuk membawa aku pada penciptaku

Sampai nanti aku berhenti percaya lagi hanya untuk mengucapkan maki , …. entah untuk siapa

Mungkin …hanya aku yang pantas untuk kumaki…

Dan mungkin ….hanya aku yang pantas untuk mati…..

Kemudian…..mungkin…..mungkin….dan …mungkin lagi



291198, 3.06 a.m.

Lemah

Kini menari memegang hasil dari impian…

Menyendirimu sambil ucapkan lelahnya anganmu
Lalu untaian dusta kau lukiskan…

Berbentuk harapan untukku



Lambat kau menyerah berdiri melayu

Menimang luasnya keraguanmu

Kasarku menilikmu untuk menggantung kalahmu…

Suatu kemilau usia yang mendayu pada keputusanmu



Lemahnya …..

Adanya aku dan keputusan tentangmu dan dimana??

Kenakalan satu bersalah menghalau sepenuh fitrahnya
Keserian suara menjadikanmu menjalaninya

Menjalani kesamaan dera pada sakiti untuk sesaat bertanya…
Mana asaku..???

Mana kuasamu yang bisikkan cintaku..???

Dimana kamu bernapas… pada siapa…apa yang melahirkannya untuk menyembunyikan laraku…!!!

S.baya, 120798, 5.13 sore……….

Namamu

Namamu teringat waktu aku coba untuk memetik sebuah bunga...

Namun masih juga nuansa ragu meraba di sepi tanpa ada kamu...

Kala ungkapan pencari naluri yang memelas...

Setitik rasa nelangsa mengingatkan kedunguan pada diriku

Apapun kuucapkan untuk melepaskanmu dahulu


Sekejap kubersedia untuk memberimu damar yang murup

Sesaat dapat kubawa dirimu bersama kuda putihku tuk berkelana...

Menuju khayalan kita...

Pada kerlipan kebohonganku yang tertangkap dalam kesucian cintamu


Satu perasaan yang terhilang...

Ketika kau ucap kata-kata yang sepantasnya terlantun...

Pada ungkapan yang melukiskan betapa agungnya cinta itu

Bukan suatu cerita tentang sendang yang bewarna indah

Namun suatu gubahan perasaan yang tertumpah pada sikap telah terlantun


Namamu teringat waktu kupetik gitar tuaku

Namun suaraku tak semerdu namamu

Pada waktu yang tak akan menuntut, jika itupun hanya ungkapan

Pedihnya aku yang cuma bisa bersama dalam suatu kebohongan bersama kita

Akupun mencoba untuk mengertikan diri


Namamu selalu teringat...

Bersama ataupun tidak bersama diriku


3 Desember 1998 jam 00.58 am

Kemaraupun Tak Cukup Untuk Memberi Doa Akan Air Untuk Mimpiku......

Waktu sepi ini ditemani hujan yang turun hanya satu hari...

Kalau memang begitulah sifat hujan, yang akan turun walau di musim kemarau

Tidak deras walaupun sejuk masih bisa kuingat pada kulitku....

Sisa-sisa rintikan yang tertiup angin di sekujur ariku


Waktu kering dahagaku tentang keberadaan dirimu disisiku...

Mungkin sama sifatnya jika terpikir bahwa hanya hujan yang mebasahi rindu ini...

Walaupun satu hari yang menghapus penentian ini

Atau saat aku bertaruh antara kesetiaan dan nafsu yang tertutup rasa percaya akan dosa

Kemudian tercipta pada setiap kemampuanku ‘tuk mengenangmu setiap saat

Juga dengan mementingkan akan aku sendiri

Apa yang harus aku bicarakan dengan kamu dan semua deisekitar kita

Aku akan kalah....?

Bisakah aku menemuimu nanti dengan senyuman di iman dan kejujuranku?

Atau hanya seperti biasa dengan tersenyum mesra dibibirku yang selalu ada cinta,...

Pasti aku temui kau setiap saatku dengan perasaan cinta, namun belum tentu aku memenangkan segala yang kukorbankan.


Bukan waktu yang tega walau anginpun masih dapat kita rasakan sejuk...

Keesokan hari tidak bisa kita tebak bersama, kita hanya mampu merencanakan ...

Dan tetap mampu untuk membayangkannya dengan semua yang kita rencanakan

Pernakah kita bertanya pada takdir kita...?

Apakah juga semua mahluk bertanya pada takdir mereka?

Yakinlah dengan apa yang kutuliskan jika mereka hanya bertanya pada mimpi mereka saja,

Kitapun demikian....


Saat kemaraupun tak cukup untuk memberi doa akan air untuk mimpiku....

Bukan hanya doa dan harapan...

Aku pasti dengan apa yang akan kuperbuat

Dan yakin untuk suatu rencana yang terindah mampu aku buktikan pada dekapan takdir itu

Dan gelegar petirpun bukan aku rencanakan pada semula untuk kudengarkan

Namun apa yang salah jika kita menganggap itu sebagai alunan nada yang pasti tercipta tanpa kita sempat menyadari...

Dan harapan kita akan hujanpun bukan jaminan bahwa harapan itu menjadi kenyataan

Kitapun harus memilih gerimis atau lebat....


Hm........

Andaikata gerimis adalah awal dari hujan lebat

Dan persoalannya adalah kita telah mengetahui kalau bisa jadi itu lebat dan menyusahkan kita

Dan kita telah tau jika itu adalah pertanda

Dan andaikata hujan itu langsung lebat pada musim hujan...

Lalu kenapa kita tidak menyadari bahwa suatu yang sangat wajar pada musimnya...

Lalu bagaimana dengan hujan lebat pada musim kemarau...?

Andai kita mampu berfikir bahwa itu adalah takdir yang harus terjadi...

Tanpa pernah kita tau setelah kita tidak bersiap diri untuk menghadapi semuanya...

Mungkin belum kehendakNya untuk kita rencanakan dan itu adalah suatu ujian dari Nya

Hm....Hm....

Apapun yang terjadi harusnya telah dipikirkan pada kesungguhan untuk bersatu

Bukan untuk membuka kebanggaan diri sendiri dan pasti untuk membuka tirani yang membatasi keterbatasan manusia untuk menerima perbedaan...

Itu adalah ujian yang harus kuselesaikan dengan caraku sendiri...

Dan akan selesai dengan semua pemahamam keterbukaanku sendiri...



Jakarta, 100899 23.00 bbib

Jika Harus Memaksa

Kau hanyutkan kerasan tinggal dalam cintamu

Paksakan hasrat arungi nakalnya...rendah angan ini

Untuk bersahabat dengan segala rasa...

Pandarkan suatu kesayangan yang ditiupkan untuk berdusta

Sempatkan risih ‘tuk mengingatkan aku pada nyanyian tubuhmu


Jika harus memaksakan ...

Kubawa warna hati berlari tunjukan sungguhnya...

Dan kalaupun mataku hampir terpejam...

Nyala yang datang darimu bukakan pejaman itu untuk kita

Memperlambat hidup ini seperti beringin bersanding...

Memohon sampai kapanpun untuk cinta yang mungkin selamanya


Galaunya dirimu hanya untuk berpikir ku dimana

Hampanya suasana, berkabut curiga pada kotornya emosi

Kalau kau bisa memilih...

Kenapa tak bisa kau biarkan kau yang melakukannya...

Kalung biru tertangkap dalam bermakna, walau tak sebiru lautan

Dikesan yang bersahabat dari semua burung di dunia


Terbanglah untukku dan pejamkanlah mataku nanti...

Kicaukanlah s’lalu...nada nyaring direnda yang berkelana


Jauhkan aku pada fenomena fatamorgana yang hakiki

Bangunkan aku...dari suri yang ragukan mataku

Kalaupun ku coba berharap kau bergaun pesta yang tiada berusai

Jadikanlah dirimu bertambah dengan jalinan dirimu

Dirimu cukup untuk tunjukkan dirimu untuk dirimu



08.17 am, 15 Desember 1998

Di Tepian Perasaan Yang Harus Kuyakini Ada...

Ketika suatu saat di sebuah pinggiran perasaan...

Pernah ku sapa kesan ilmu yang aku telah miliki sejak aku menjadi durhaka

Bagaimana amalmu pada hidup yang akan kekal ?

Tapi senantiasa jawaban sendu terus beralun di sudut galau

Apa lagi yang akan membuatmu semakin tinggi ?

Namun diapun tak bernafsu untuk tersenyum...

Kesan apa yang melintas pada dalam hati ini yang bergerak ?

Kenapa ia belum pernah menjawab apapun dalam keseringan yang aku butuhkan


Kemudian ku belai lagi sisi iman yang aku punya...

Apapun terasa seperti bercumbu dengan perasaan fana di tepian rasa yakin yang ada

Harap perhatikan pintaku, begitu aku memohon padanya...

Yang terdengar hanya desiran senyum manis dari dalam yang tak dapat kulihat

Dan perkataan implisit yang membutuhkan gaun hakiki dalam kitab yang sudah tersirat

Apa yang telah kukenakanpun hanya disenyumkan sinis hambar olehnya...

Apa yang telah kukumpulkan juga mendapat pelakuan serupa


Dan akupun tidak mampu untuk merayu...

Sampai nantinya aku bertemu sosok seniman bahagia...

Pertanyaan dan jawabanpun hanya terlihat dari tutur bersikap dan tersenyum

Tak pernah terdengar penat dan sama sekali tanpa mampu kesentuh

Kerap kitapun kuucapkan untuk bertanya...

Dia hanya menjawab itu bukan kalian tapi hanya satu yang merasa...

Kau anakku....yang tanpa pernah merasa bahwa dalam goresan penamu tak ada buku yang telah kau goreskan

Dalam pemikiranmu tak ada tanahmu sendiri untuk akhiri kehidupanmu...

Bawa semua untuk bertanya dan jangan pernah ceraikan pasanganmu...

Karena ia menjadi abadi karena perkawinan yang tidak pernah di takdirkan manusia


Kucoba lagi untuk menikahi keduanya dalam waktu yang kini terbatas.

Keyakinan dan ketabahan yang belum pernah beranjak dari buah kesendirianku

Hanya mengharapkan jasad ini terlahir dari rahim yang dapat mengingat uraian hampa tadi

Hanya coba fatwakan serasinya satu-persatu pada duniaku yang belum ketemui...


Dan akupun belum mampu merayunya...

Dan akupun belum mampu mencumbunya...

Dan akupun belum mampu menikahinya...


Dan akupun telah tahu jawabannya...



03.56 am,21 Desember 1998

Disisi Opera Yang Terakhir Dialah Yang Menjadi Peran Utamaku

Sekarang aku mulai mencoba untuk menyabarkan diriku sendiri...

Entah sudah berapa lagu yang kedendangkan dihadapan bayanganmu

Entah berapa banyak lagi yang harus kunyayikan padahal aku hanya bisa memainkan segelintir

Lalu aku juga coba mendengarkan Beethoven untuk berpikir...

Aku belum mampu senandungkan nada itu ditengah perasaanku kini

Sampai aku harus bersumpah untuk menyerahkan pasrahku pada bukan Tuhan

Bukankah itu tidak wajar?

Dan juga berbaju ketegangan serta beralasan kesabaran...

Apa yang harus disalahkan andai dosapun aku lalui dengan berbaju bijak


Sudah menjadi terlambat sebelum aku berkata didalam impianku ada yang menghalangi

Orang itu berkata bukankah dia hanya mengusikku dalam impian?

Bagaimana mungkin bisa kulepaskan jika disisi opera yang terakhir dialah yang menjadi peran utamaku

Alur mana yang harus kurubah?

Jadikan dari pertama atau membunuhnya dari babak pertama dimana operaku masih hanya skenario belaka?

Sulit mengatakan ketidakberdayaan berakibatkan pada kelemahan sisi yang berjauhan...

Antara akal sehat dan imajinasi atraktif

Begitu halus menggiringku untuk menjadikan aku sosok yang tidak egois

Hanya itu permintaanmu padaku, disaat akupun telah menjelaskan bahwa keegoisanku itulah yang menjadikan aku raja diatas kerajaan terbesar manusia nantinya..

Gunakan ingatanmu untuk menyakiniku bersamamu...

Kepakkan pengertianmu ditengah lagu yang masih kumainkan sendiri ini


Aku membutuhkan inspirasi ini dan itu bukan berarti seseorangpun berhak merubah impian ini

Sunyinya dunia tanpa akupun harus disadari oleh semua mahlukNya...aku telah tercipta dan datang

Kesirnaan keyakinanku bukan untuk aku....hanya untuk kamu dan mereka

Aku terus dan akan ada ditengah keangkuhanku...

Berkaca benggala dan berlidah api bak sentuhan midas untuk yang aku ajarkan pada semua yang telah bertemu aku

Kata mana dariku yang belum tersentuh pada dasar terdalam dari cintamu?

Selayaknya gerangan manusiapun merasa semuanya adalah dia sendiri

Atau diapun tertidur dalam tidurnya dimana dia akan bangun pada dunia bersama yang merupakan mimpinya disisi yang lain darinya

Masih ada kita berpikir bahwa kita tidak hidup dalam mimpi

Juga pernakah kita menyangkal bahwa andai kita tidak tertidur kitapun masih bermimpi


Semasa derita ada dan semasa kebahagiaan datang itulah impian untuk kita

Dari sudut mana kita harus bertanya dan mulai melukiskan kenyataan?

Sudut matakupun adalah terjadi dari usahaku yang mencoba beradu pada kehidupanku

Tetesan air mataku juga derasnya hujan adalah satu penjelasan tunggal dan hanya berbeda sumber

Lalu...dimana kamu berdiri saat aku hendak menggandeng tanganmu?

Aku atau bukan dan siapa yang akan kuberkati demi sesuatu yang akan kubuatkan keindahan,kedamaian , keharuan dan kenistaan sekalipun

Lekas dan begegas pada kunjungan terakhir ini...

Bergegas memburu sajarat yang bisa kau pilih ditengah perjalanmu


Lalu aku sembunyikan diriku lagi dibalik budaya yang berakar pada rasa kepengecutan abadiku

Tapi hanya segelintir orang yang paham dan kagum

Dan hanya segelintir orang yang mencela bahkan mencampakkanku dari daftar tamu terhormat mereka

Namun... yang lainnya kagum dengan segala tindakan dan keputusanku sampai mereka akan menyadari akulah yang terhebat.

Tapi kenapa lagi semua malaikat tertawa sambil tersenyum....oh tidak air mata mereka telah berwarna gelap...

Pantaskah malaikat menangis?atau hanya aku yang keterlaluan sehingga mereka tidak punya pilihan lain lagi

Harus dari mana aku mulai?

Dimana aku waktu aku mencoba untuk bertarung dengan kehidupanku? Aku telah menang! Dan harus menang!!!

Salah apa lagi jiwaku, aku hanya memenuhi kebutuhanku karena aku punyai itu

Sampai aku coba lagi mundur dan melihat...tidak ada yang berubah!!!

Apa maunya dan sayup terdengar sati kalimat....Mohonlah ampunanNya anak manusia!!!


Hanya menyentakkan hatiku bahwa langkah mundur bukan jawabannya

Akan tetapi permohonan ampunan dan yang telah terjadi adalah telah terjadi

Penyesalan adalah bagian dari perasaan yang bertaqwa namun taubat adalah yang terutama

Mengertikah kamu....

Mengertikah aku...

Ataukah merekapun tidak mengerti....


Jakarta November 25, 1999

CUKUP AKU BERTANYA TAPI BELUM CUKUP AKU BERFIKIR

Mengeluh dan selalu begitu sepanjang masa

Sampai pada kecengengan yang bukan berbatas pada takdir manusia

Yang harus kita yakini kalau itu bukan sifat kita...

Dan juga kita harus imani jika kita tercipta bukan untuk mengeluh...

Tapi siapa yang dapat menjamin?

Siapa yang bisa berbagi hanya pada dia dan untuk dia selamanya?

Ataukah ada waktu untuk mereka yang ingin memperdebatkan keterbatasan ini...


Mungkin cukup adil untukku jika aku adalah seorang malaikat

Dimana mungkin diri ini tidak merasakan kesepian dan air mata

Aku yakin dengan pasti bahwa lidah malaikat tidak pernah merasakan pahitnya air mata

Dan tidak pernah kudebatkan jika seorang malaikat juga tidak mengenal cinta seperti aku mencintai kekasihku...

Tapi aku percaya pada malaikat...itu kewajibanku pada keimananku!


Ataukah adil juga bagiku untuk meminta setiap saat padaMU?

Terasa seperti itukah walaupun aku belum adil untuk menyerahkan sepenuhnya padaNYA

Apakah menjadi masalah buat MU jika aku terus menggangguMU dengan semua pertanyaan dan permintaanku yang konyol?

Atau mungkin harus begitu adanya...harus aku menjadi orang yang tak tau diri?

Tapi yang pasti kupercaya bahwa takdir manusia adalah mahluk yang tidak tau diri, sehingga hal itu tidak membuat aku malu untuk banyak meminta padaMU

Bisa mungkin kalau hanya mengenang semua yang pernah aku lewati

Tapi kenapa KAU tidak pernah memberi tahukan atau memberikan isyarat bahwa apa yang telah kulalui itu hanya hukuman untuk menyiksa perasaanku sekarang?

Kalau itu harus kulampaui lagi, berapa banyak hukuman lagi yang akan kuterima saat sekarangnya nanti?

Mungkin juga aku yang bertambah bodoh! Aku yang hanya merasa pintar telah menyadari jika dulu itu bukan nikmatMU...

Masuk akalku jika aku juga belum sepenuhnya mengerti keinginanmu memainkan semua pemikiranku yang sebenarnya adalah ciptaanMU sendiri...

Besarkah artinya semua itu buatku?

Atau pastikah ada artinya buatku?

Tolong berikan satu pertolonganMU lagi dengan menjawab jika itu bukan hanya permainan yang melibatkan jiwa dan segenap pemikiranku!!


Cukuplah aku bertanya...

Tapi belum cukup aku berfikir,dan aku yakin kalau rasa berpikirku adalah kenikmatan yang KAU berikan untuk sekarangku nanti....entah kapan


Jakarta, 20 Mei 1999

21.12 dikamarku yang baru dan ongkep

aku akan berusaha untuk hidup lagi karena aku merasa pernah hidup

aku akan berusaha untuk hidup lagi karena aku merasa pernah hidup

Hentakan suara yang sudah terdengar di telinga kananku

Mementahkan jawaban yang sudah kubuat untuk aku sendiri..

Padahal aku tahu kalau aku belum pasti terhadap jawaban itu

Dan pasti aku sekarang memastikannya jika aku telah mengerti.

Sampai dimana batas kebodohan seorang manusia yang dihadapkan pada pilihan


Dan kemarinpun aku merasa tidak hidup pada kehidupanku yang belum juga hidup

Esok haripun aku akan berusaha untuk hidup lagi karena aku merasa pernah hidup didunia ini.

Karena apapun harus terjadi untuk mengatakan aku akan terus menyayangi kamu...

Tapi jangan pernah mereka-reka kemarin yang mungkin terus seperti kemarin atau lusa

Yang telah menjadi batu untuk dibuat menjadi ukiran berbentuk abstrak

Aku sendiri yang harus mengerti...

Dan aku sendiri yang harus mencoba untuk mengajarkan pada dunia ini untuk mengerti


Hentakan suara yang terdengar konyol ditelinga kiriku

Kinipun aku coba lagi untuk terus ucapkan rasa cinta ini sampai hari akhirku untukmu

Terus aku mengakui untuk dirimu aku coba bertahan...

Dan semua telah percaya jika kata yang terucap dari jiwa lebih berarti daripada seribu kata yang terucap dari bibir manusia

Juga telah terjadi di benak insani jika mengakui dimana cinta itu adalah dimana cinta itu pasti berlabuh di jiwa


Nanti lagi aku akan bicara tentang sekarang...

Bukan saatnya sekarang untuk membicarakan sekarang...

Kita juga tidak begitu mengerti tentangnya

Atau harus bertaruh pada semua yang belum terjadi dan harus menulis dengan cara kita sendiri untuk menghadapi berdua

Coba untuk bersabar dan mnyabarkan diriku...

Lagukan esok hari namun hanya untuk rencanakan hari ini

Hari untuk kita gerakkan dan puisi yang kita tulis


Hentakan suara yang tidak lagi terdengar di kedua telingaku

Maafkan aku andai kau tidak pernah tahu rasa penderitaan dan beban ini

Berikan pengertianmu untuk aku merubah takdirku sendiri

Ampuni aku untuk perjuanganku yang akan kuperuntukkan padamu

Pejamkan aku hanya untuk menggenggam harapanku dengan segala ambisi busukku pada dunia yang kutempati

Atau kecup aku untuk mengetahui dalamnya rasa bersalah dan cintaku untuk kita nikmati nantinya

Atau paksa aku agar ucapkan segala permohonanku pada yang berhak menerima dan matikan semua kesombonganku

Agar aku percaya pada takdir yang kadang aku hindari....



Jakarta 29 Mei 1999

20.11 WIB

ALASANKU UNTUK PERCAYA AKAN KEAJAIBAN YANG ADA


Satu persatu ketakutan itu mendatangi firasat burukku

Aku juga menjadi curiga pada perasaan curigaku ini

Dulu kulakukan semua dengan otak, logika, rasionalitas dan keyakinan sombongku

Mana pernah aku begitu percaya akan miracle?

Belum pernah aku temukan alasan untuk percaya kalau keajaiban itu ada?

Dimana logika yang aku dewakan?


Kemudian aku mulai berfikir arti logika itu dalam logikaku sendiri...

Bukankah logika merupakan suatu kewajaran berklausul...

Dimana kewajaran itu adalah ciptaan manusia juga yang mencari pembenaran..

Pembenaran untuk memperbudak akal menjadi ingkar...

Untuk memberi kejadian cerita penghibur agar tidak terlihat bodoh dimata setan..


Kitapun tercipta untuk mengatakan kebisuan yang telah hening...

Gerakan matapun marah untuk sesuatu yang buta karena penguasaan diri

Kalau pernah bicara eksistensi kerajaan jiwa kita, apakah kita pernah memberikan suatu keberadaan itu untuk kita renungkan?

Pada siapa kita harus membiarkan seorang raja yang akan memimpin kerajaan kita itu sendiri


Allahu Akbar...

Kalimat itu yang menggetarkan kerajaan jiwaku

Kun Fayya Kun.... kalimat ini yang menakutkan aku terhadap ketuhananku pada logika...

Bukti yang pernah ada...

Takdir yang sudah diatur untuk aku pilih...

Sampai rasa ketakutanku memohon kebodohan lain untuk aku jalani...

Sampai kebodohan itu sendiri memberi bukti goyahnya kepercayaanku akan keyakinanku

Mana mungkin aku bisa mengucapkan permohonan untuk sebuah deritaku sendiri ?

Bagaimana bisa imajinasiku membayangkan bahwa aku hanya butuh pengakuan dari manusia lain tanpa aku butuh perhatian ?

Tidsak akan pernah kita jadikan itu menjadi gerakan jiwa yang tidak pernah digerakkan oleh otak.

Tiada cukup lelahkah engkau memahami kalau janjiku adalah bukti kebodohan yang kau berikan kepadaku untuk kecerdasan yang telah kau limpahkan dalam rasa bodohku?


Maafkan aku Ya Allah...

Mungkin aku yang salah memilih takdir

Mungkin Kau yang telah mendengar permintaanku bahwa aku menginginkan kesengsaraan untuk bahagia..

Bukan kebahagiaan untuk kebodohan...

Aku ingin menjadi KekasihMu...


JAKARTA, 5 JULI 1999

Aku Beranjak Ketika Sudah Tidak Ada Tetesan Air Lagi Yang Jatuh Kebumiku...


Waktu aku menunggu hujan berhenti...

Telah kusandarkan badanku tanpa sengaja disudut merah

Bersamanya pula aku sandarkan semua jiwa yang ada di diriku

Apa semua telah berarti jika aku pernah berfikir akan arti kehidupanku?

Bahkan bernafaspun yang kulakukan setiap saat tidak pernah berarti

Walau pelan kuhembus lagi nafasku dan kucoba merenungi

Kapan aku akan bersyukur selagi aku masih menghirup udara ini

Atau harus menobatkan diriku pada sosok yang telah aku coba meyakini...


Tinggal gerimis sekarang setelah 2 jam aku coba menunggu...

Kalau pernah kita berguman dalam rindu kita...

Rasa yang kita cari untuk bisa tertawa dalam kebahagiaan

Apakah masih harus melogikakan perasaan yang terus berambisi untuk mengimajinasikan arti bahagia ?

Atau tanya harus ada dalam khayalan jika kita mampu untuk bahagia dengan keadaan yang coba dikhayalkan?

Membuallah pada otak manusiamu sendiri dan anggaplah kamu adalah manusia terakhir yang belum merasakan sebagai manusia yang bahagia

Cukup begitu ....?


Saat sekarang aku beranjak ketika sudah tidak ada tetesan air lagi yang jatuh kebumiku...

Aku memang tengah beranjak namun jiwaku masih tersandar tidak bahagia....

Aku pasti dan memang sedang berfikir untuk membunuh semua impianku...

Cukupkah itu untuk arti dan jawaban untukku?

Atau cukup petuah dari air hujan untukku yang memaksa aku harus membuka seluruh inderaku hanya untuk menanti selesainya dia mebuktikan bahwa diapun mempunyai arti

Sedangkan aku masih mengira mungkin aku manusia bodoh yang ada

Atau aku tidak sendiri untuk menjadi bodoh...

Dan keberuntunganku saat ini telah kumiliki dengan menyadari bahwa aku telah mengakui kebodohanku


Sekarang jiwaku akan beranjak dengan sedikit senyuman pada becek dijalanan...

Jiwakupun menyapa... tadi kau memberikan petuah namun sekarang aku tidak mau basah olehmu setelah kau bercampur dengan debu dan tanah

Itulah yang aku dapatkan darimu , air hujan

Andai akupun salah menentukan semua arti kebahagiaanku dan membiarkan rasio yang berjalan salah bergandengan dengan nafsuku...

Perasaan dalah nikmat....

Namun dalam persaan ada seuntai nafsu yang jika ditanam subur menjadi sebuah lagu yang akan terkarang dan kita lantunkan sepanjang masa...

Sampai kita mampu menciptakan susunan nada baru yang lebih filosofis dan lagu lama tadi hanya akan kita nyanyikan setelah kita mampu memberikan keindahan itu untuk anak cucu kita...


Aku telah bersama jiwaku dalam perjalan pulangku...

Sedikit aku mempunyai arti dari kejadiaan tadi

Namun becek itu masih sama dengan lagu yang kupunya saat ini...

Jiwakupun tertawa karena dia masih keruh seperti becek


Aku sekarang tersenyum bersama jiwaku...

Namun jiwakupun bersedih karena tidak bersama rohnya

Masih belum bersama antara aku, jiwaku, dan kesucian rohku...



Jakarta , Friday 06 August 1999

21.48 wib

Bumiku, kau memang terlalu pelit untuk menasehatiku...


Selamat ulang tahun untuk bumiku ...

Walau aku tidak mengetahui persis kapan kau berada dan dilahirkan

Namun apa yang telah kulalui ini kuanggap karena aku tidak mengetahui hari lahirmu, Bumiku...

Andai kau memberitahuku dari dulu....

Akupun dapat berada pada setiap ulang tahunmu ...

Dan dapat bertanya padamu tentang filosofiku

Sekarangpun baru aku sadar setelah aku jatuh karena kecerdasanku sendiri

Aku tidak pantas untuk menyerah ditempat kuberpijak

Tapi akupun tak pantas untuk tidak memberitahu orang lain hari lahirmu,Bumiku..

Hari dimana segala sesuatu bermula dan merupakan hal yang tidak pernah ditanyakan oleh anak cucuku

Dan perasaankupun telah sirna membeku dan berwarna kelam tentang pelajaranmu


Banyak hal yang kutemui hanya karena kau lupa mengatakan bahwa perasaan iri itu salah...

Kenapa kau tidak munculkan suaramu pada Adam kakekku?

Atau kau tidak pernah berkata bahwa kewajibanpun harus menghormati kewajiban orang lain?

Terus menerus aku harus memperoleh jawaban itu dari kesalahanku?

Sampai kapan kau biarkan manusia yang ada di rumahmu berbuat dan terjebak kesalahan yang sebenarnya mereka pikir bukan kesalahan?

Itu kewajibanku...itu hakku...dan itu tanggung jawabku

Belum pernah disinggung jika akupun harus memperhatikannya sampai pada perasaan yang tidak kurasakan.


Atau hal yang harus kupilih antara kewajiban ,hati nurani, dan menyerah...

Apakah pantas jika aku harus melakukan kewajiban sementara hak yang lain meneteskan darah dari mata yang akan memelas?

Atau harus memilih kebersihan hatiku dengan mengingkari kewajibanku di takdirku....

Atau menyerah...

Mana yang dibenarkan dalam budaya yang sengaja kau ciptakan beragam dan dianut beragam golongan pula

Atau memang kau sengaja berada didekat kami dan bahkan setiap saatpun seluruh umat menyentuhkan kakinya padamu dan kau biarkan kami terpecah dengan budaya yang berkembang di atas bumi ini?

Memang aku merasa kau akan tertawa jika aku memilih harus menyerah dalam mengambil keputusan dibumi ini

Akupun tahu kau akan menangis apabila ada tetesan darah yang menyiramimu andai kata aku menjalankan kewajiban ini

Dan aku belum bisa tahu pasti kalau kau akan menjamin tersenyum jika hati nuraniku merasakan bahagia dengan segala yang kukorbankan


Bumiku, kau memang terlalu pelit untuk menasehatiku...

Sengajakan aku bertemu dengan segala kemunafikan dan kau libatkan aku dan lagi-lagi kau memaksakan aku menjadinya...

Aku bisa memberikan jaminan .... kau akan sedih dan penasaran karena aku belum terjebak

Tapi jangan paksa aku dengan cintaku dan jangan kau memberikan kesempatan nafsu berkuasa itu mnghuni tempat yang telah kau sewakan untukku bernafas di atasmu

Aku akan membuatmu kecewa dengan ketabahanku dan tidak pernah akan aku dengarkan lagi tawa sinismu di persaanku

Namun aku juga yakin walaupun aku menang, kau tetap menuduhku sebagai orang yang pengecut!!!

Aku belum yakin kau mampu mendefinisikan kata itu untuk merayu kesucianku


Janji apa yang kau berikan pada lingkunganku bumiku....

Hingga mereka memaksa aku untuk menuruti semua antekmu dan mengotori tangan ku..

Padahal air kotor itupun akan mengotori tanahmu, airmu dan segala yang ada diatasmu

Aku cuma bisa berkata padamu, aku bukan orang yang memilih budaya ciptaanmu namun aku berpegang pada budaya ciptaanNya...

Hati ini terlalu mahal untuk ditukar dengan tawaranmu, jiwa ini terlalu indah untuk kau kotori dengan tangisan dan hujatan sejuta malaikat disampingku

Mana mungkin aku akan meninggalkan malaikat-malaikat sahabatku untuk mencari sahabat-sahabat baruku darimu?

Apa indahnya bercumbu denganmu kalau tawaran itu cuma membuat aku menangis?


Sadarlah bumiku dan bawa semua malaikat untuk mengelilingimu.....

Janganlah sombong menjadi ucapanmu pada mahluk yang menghunimu

Dan usirlah nafsu dari atasmu sehingga nasehatmu dapat terdengar indah ditelinga manusia



Jakarta September 7, 1999

19.44 WIB